Jumat, 29 Januari 2016

Social Project Sleman (January)


"Ada sebuah pengalaman berharga yang dititipkan pada setiap senyum anak-anak"

Pada tanggal 19 Januari 2016, saya dan keempat teman saya memutuskan untuk berlibur di Jogjakarta. Kota asal ayah dan ibu saya, yang selalu saya kunjungi hampir setiap tahun. Anehnya, tidak pernah ada kata bosan untuk mengunjungi Jogjakarta. Kami memilih untuk mempersiapkan perjalanan dengan menentukan destinasi yang akan kami kunjungi disana. Saya sendiri memfokuskan pada proyek sosial di desa tempat tinggal ayah. Kami setuju untuk memilih hari Sabtu dan Minggu sebagai waktu yang tepat untuk mengadakan acara bagi anak-anak di desa. Tujuan besar dari proyek sosial ini adalah mendorong anak untuk berani bermimpi, membuka persepektif anak-anak akan dunia. Oleh karenanya saya mendaftarkan proyek sosial ini di situs https://www.workaway.info/417246254867-en.html 





Minggu, 17 Januari 2016

Penjelajah


Ia yang duduk di sisi jalan
Bermandikan peluh dengan baju warna abu
Beralaskan sepatu coklat tua dan peta di genggaman
Ia menundukkan kepala mencoba mencari arah

Debu-debu dari asap cerobong tua kendaraan
Beradu dengan deru mesin
Ia tak lagi ada disana
Imaji berkelana
Mencoba kembali pada malam penuh cerita

Ia hanyalah pengelana
Mencoba mencari makna hidup
Makna hidup yang banyak dituliskan pujangga
Akan sebuah negeri indah disana

Ia tak lagi membutuhkannya
Ia lelah dalam kesendiriannya
Apakah ia harus berhenti?
Apakah perjalanannya sia-sia?

Kembali tersadar, ia bangkit
Kemudian berlalu


How I falling in love with Yoga?

 “Yoga is like music: the rhythm of the body, the melody of the mind, and the harmony of the soul create the symphony of life.” 

Saya mengenal yoga kurang lebih dari SMP, banyak baca buku tentang yoga dan gerakannya. Hal yang menyenangkan saat masih SMP bersama kakak dan papa kita sama-sama mencoba untuk yoga bersama. Yoga yang saya kenal dahulu hanya yoga yang tergambar di buku kecil seharga 15 ribu. Sampai akhirnya memasuki SMA saya lebih banyak mencari terkait yoga mulai dari internet atau dengan mengunduh aplikasi di smartphone. Beberapa orang mulai mengajak saya untuk yoga di tempat-tempat seperti gym dan lain-lain tapi saya tidak pernah tertarik.

Hingga beberapa tahun kemudian kakak saya sempat bekerja di Bali dan memberitahu bahwa setiap minggu ia selalu pergi ke Ubud untuk yoga. Saat itulah pertama kali saya datang ke tempat yoga di Ubud dan langsung merasa jatuh cinta (Radiantly Alive, Ubud). Yoga bisa saya ibaratkan seperti tarian dimana terdapat unsur rasa dan emosi. Selain tempat yang sangat mendukung, disana saya mencoba untuh push my limit, yoga menantang saya untung mempertahankan suatu gerakan yang saat itu saya rasa menyakitkan. Nafas menjadi kunci utama, setiap gerakan tidak akan pernah berdiri dengan kuat saat ada unsur keraguan yang menyebabkan produksi nafas jadi tidak beraturan. 

Sesampainya di Jakarta saat libur akhir semester saya mencoba untuk bergabung dengan Iyengar. Yoga memang memiliki beberapa aliran, seperti vinyasa, iyengar, yin yang, astanga, dll. Saya rasa dari semua aliran tersebut, yang paling sesuai bagi saya adalah Iyengar. Iyengar yoga menekankan pada alignment dimana setiap gerakan memiliki akar dan maksud yang ingin dicapai. Misalkan dalam melakukan "Tadasana", yang tidak lain adalah berdiri. Saya sendiri menyadari bahwa seringkali kita melakukan standing pose atau pose berdiri yang salah. Yoga mengajarkan untuk memperbaiki bentuk tubuh dan kerja otot. Pose tadasana menekankan pada tumit yang kuat mendorong kaki yang kuat pula, kemudian dada yang membusung dengan tulang rusuk yang ditekan ke dalam, kemudian bagian tulang belakang yang lurus. Menurut penuturan salah satu guru, saat gerakan ini dilakukan dalam keseharian kita, maka struktur tubuh dapat membaik lama kelamaan.

Berlatih yoga tak sepenuhnya bahagia, bahkan saya sempat tidak diperbolehkan menggerakkan lutut selama kurang lebih 3 minggu karena mengalami dislokasi. Beberapa dokter menyarankan untuk saya berhenti dan tidak lagi melanjutkan latihan. Saya memang bukan seseorang yang berlatih yoga setiap hari, namun kata berhenti tidak pernah ada di kamus saya terlebih saat berurusan dengan yoga. Saya akhirnya mencari-cari aliran apa yang sesuai, dan saya kembali untuk kedua kalinya jatuh cinta dengan Iyengar Yoga. Saya tidak tahu sampai kapan saya akan bertahan, namun saya yakin saat kita mencintai sesuatu maka kita tak pernah terluka karenanya, termasuk dalam Yoga.



Sabtu, 16 Januari 2016

Tentang waktu

"Tulisan ini dibuat sebagai pembuka dalam blog baru yang dibuat"



Tentang waktu yang kurasa tak pernah cukup

Tentang waktu yang berlalu dan tak jarang kumaknai

Tentang waktu yang aku rindukan 

Tentang waktu yang membuatku semakin sadar

Akan sebuah arti bersyukur